Jumat, 04 Desember 2009

Minggu, 19 Juli 2009

Dialog antara Reega dan Cinta (1)

Menguap, terbangun dan mengendus aroma kopi.
Ku jejakkan kaki di lantai dingin, masih jam 6 pagi.
Ku switch remote TV, mencari berita pagi sambil menghirup kopi.
Terasa sepi, meski kadang seperti mendengar cinta berlalu lalang di antara ruang sepi ini.
Tak ada berita seru hari ini di station manapun, mungkin lebih baik berita dari dunia maya?.
Ah, masih saja ku berharap bertemu Cinta di ruang ini?.
Suara dengung start up lap top rasanya hampir bersamaan dengan ”ding” otomatis dari sudut kanan bawah.
Klick on dan muncul kalimat:

Cinta is using a different version of Yahoo! Messenger. Certain features may be unavailable.

Cinta: Reega?

Reega: ya Cinta?

Cinta: Aku baru selesai meeting, hehe

Reega: hasilnya?
Reega: good news?

Cinta: biasa aja

Reega: soal tulisan?

Cinta: aku belum nulis
Cinta: kayaknya ga berani
Cinta: tulisan mengenai aliran sungai ibuku dan yang satu lagi itu rencananya akan berlanjut.
Cinta: harus di revisi

Reega: revisi itu jelek !

Cinta: ia sih

Reega: sebetulnya yang original itu
Reega: ketika tulisan itu mengalir
Reega: editing...
Reega: pasti akan ada nuansa lain
Reega: sebab sangat di pengaruhi oleh relativitas kondisi saat itu

Cinta : Ah. Kamu benar, tapi entah lah? aku ngga tau juga.
Cinta: raguuuuuuuuuu terus

Reega : Kapan dalam hidupmu yang ngga pernah ngga ragu?, tapi dalam ragu mu, kamu selalu menulis seindah itu cinta. Lupakah kamu?
Reega: bukankah sudah sekian tahun kita bersama?

Cinta: Aku selalu cinta kamu Reega. Dan aku selalu bersama mu

Reega: Aku tau...

Sejenak terlintas dalam benak.. cinta..., Aku selalu tau bagaimana dirimu. Cinta suka sekali datang tiba2. karena bagi cinta dia hanya bermakna justeru karena tidak di jadwalkan, di rencanakan bahkan kadang tak di kehendaki. Walaupun cinta juga suka pergi tiba tiba, tanpa pesan. Karena Cinta enggan juga memberi kesan. Sayangnya terkadang aku sulit menghargai gaya lintasan cinta.

Reega: Karena itu aku selalu menunggumu Cinta.

Ah cinta... aku selalu ingin bersamamu, merencanakan, memaknai dan selalu bersikukuh untuk tak memperbolehkanmu pergi cinta. Padahal semesta sudah mengingatkan bahwa cinta akan kelihatan makna dan warnanya ketika kita diam saja dan menerima begitu saja ketika engkau datang, melintas dan pergi.. seperti pagi yang kemudian pindah jadi malam, lalu kembali ke pagi lagi. Cintai saja Cinta tanpa harus di maknai lebih.

Cinta: ah reega ku...

Cinta: jangan pernah menanti karena cinta tak pernah ketuk pintu kalau datang. Dia akan tiba tiba ada di sebelah bantalmu di pagi hari... melalui sisa hangatnya disisi lain tempatmu berbaring, melalui sisa harum tubuhnya yang menempel di seprei dan selimutmu... cinta datang tanpa meminta persetujuanmu, karena dia akan langsung menelusup kedalam rengkuhanmu, tanpa kamu menyadari kapan? Kapan dia datang?, kapan dia ke kamar mandi untuk sikat gigi? Dan kapan dia pergi?

Reega: see?, kata katamu begitu indah Cinta

Cinta: begitu saja muncul untukmu
Cinta: dan selalu kurangkai untukmu reega.

Reega: mestinya kamu simpan?.

Cinta: Iya, karena biasanya, setelah itu hilang
Cinta: kamu mau bantuin ngumpulin, ga?

Reega: mau.
Reega: Dialog ini akan ku simpan sayang, bukan hanya untuk mu tapi ini adalah hatiku.

cinta..berulang ulang kuyakinkan diriku: Tak kan kunanti Cinta, karena cinta selalu menjadi bagian dari setiap campuran cita rasa. Jangan pilah cinta dari lintasannya karena selamanya dia menjadi bagian untuk hidup.Aku mencintaimu karena aku tau cinta ada di setiap tetes darah sanubariku.Dan selalu bersamaku setiap pagi sambil menyeruput kopi bikinannya, yang khusus dia seduh untukku setelah cinta bangun pagi, gosok gigi, bikin kopi, lalu pergi lagi. Cinta selalu ada untukku, selalu!. Walaupun... terkadang aku lupa wajah cinta, Tapi aku selalu ingat aroma kopi seduhannya...

Tapi malam ini, cinta bahkan tak mampu untuk bermimpi, lelah... hingga amarah memilah cinta dari warna pelangi. .. malam tadi cinta lelap dengan gelisah.. apakah ia gelisah karena cinta yang terlalu menghamba dan didamba?, rasanya, cinta tengah tak kuasa menghadapai degup nadi yang menyesakkan dan berdesak desak. Kata kata yang sulit mengalir, air mata yang tersumbat di ujung mata. Dalam kantuknya dia bilang ”please jangan di legitimasi...” oh Cintaku.. mudah mudahan bangunmu esok pagi adalah jingga.

Apakah akan selalu begini Cinta?, hidup kita?, hubungan Kita?, kebersamaan Kita?, Malam tadi bahkan bintang malu menyapa. Dia hanya menatap dari kejauhan dengan cahaya sendu Cinta yang tak terbahasakan?

Cinta: Gaaaaa...
Cinta: Kok Diam?

Reega: sweet hart?
Reega: aku tau cinta tak harus memiliki?

Cinta: Kamu ngomong apa Ga?

Reega: ngga?.. aku lagi baca baca notes kamu, bagusss bangetttt
Reega: pinteraaaaaaaaaaaaaaaaan
Reega: dan enak dibacanya
Reega: jujur dan punya ruang

Cinta: Tapi novelku ga jadi jadi?. Aku bosan bekerja begini.

Reega: pasti nanti jadi cerita
Reega: di akhir minggu sudah jadi cerita
Reega: janji deh

Cinta: iaa
Cinta: rasanya otakku ada di jari jari ketika menyentuh lap top?, tapi hari ini aku stuck. Aku rindu nafasmu ga.

Reega: hmmm.
Reega: tulisan kamu sayang sudah menyentuh epistemologinya
Reega: Cinta, dalam hidupmu bersamaku, dan selama waktu yang telah kita lalui, bukankah kita selalu berfikir bersama, Dalam kepastian dan ketidak pastian.

Cinta: oh, itu artinya?, bagaimanapun hidup baru akan berarti jika menghayati diluar tatanan dan struktural. Dan ini adalah kemurnian begitu maksudmua ga?

Reega: Ia, dan kemurnian selalu ada dalam micro ataupun macro dari kisi2 hidup.
Reega: walaupun, ketika sosiologis bicara, sesungguhnya mereka adalah hukum acak.

Cinta: Ya... ya.... hukum acak namun dibutuhkan

Reega: Kisahmu cinta, tak harus dipetakan. Karena dengan sendirinya ia telah bergerak tanpa arah. Menciptakan pola dan konfigurasinya sendiri.
Reega: dan sulit di prediksi, belum lagi jika ada beragam kepentingan dan kebutuhan yang datang dan saling tumpang tindih. Tak beralasan.
Reega: tapi bagaimanapun cinta, kita telah terbiasa dengan setiap kejadian eksternal ini. Karena kita memang dicipta untuk selalu tabah dan sanggup menerima semua kejadian sebagai kenyataan.
Reega: Cinta, jangan pernah ”mencari”, itu kata katamu kan?, berarti kita mengakui ada faktor penyebab non lokalitas yang sangat dominan dalam menggrakkan. Fraktal cintaku. Dan kita menerima itu menjadi bagian diantara kita yang tak terdefinisi. Tak bisa diukur namun juga sebuah ukuran. Sebuah perhitungan yang irasional sayang.
Reega: dan hubungan kita irasional juga pada akhirnya.

Cinta: Oh… kamu menyesali ga?

Reega: Ah.. cinta… kita berada dalam hitungan belasan tahun di urusan waktu sayang…

Cinta: lalu?...

Reega: tidak bisa di lukiskan memang, bentuk anomalinya kan? mungkin?... tapi kita selalu bersama cinta...

Cinta: maksudnya?

Kutarik nafas dalam dalam:.. Ah cintaku... lupakah kamu bahwa berbulan bulan kita tak pernah bertemu... meskipun setiap malam kamu menelusup dalam selimutku dan mimpi mimpiku...

Reega: Definisinya sangat berarti dalam kalimat cintamu.. ”datang dan pergi tanpa pamit?”

Cinta: Ah rasanya hari ini aku merasa jauh lebih maju dan berarti

Reega: sehingga kepastian justru ketidak pastian itu sendiri kan? Seperti awan, batu karang... semuanya tak terdefinisi cinta. Sementara manusia selalu saja mau yang pasti, mau yang terukur dan selalu mencari bentukan.
Reega: demikian juga dengan patron yang telah tercipta dengan sendirinya, hasil dari disorder seperti kalimatmu ”pergi”...dan kepergian itu akan terus mengalir mencapai bentuknya hingga ruang kosong yang akan kita dapati... mati.

Cinta: hingga cakrawala yang akhirnya menghampiri kita, dan bukan kita lagi yang mengejarnya?
Cinta: berarti masa depan selamanya memang tak pernah bisa kita tebak?

Reega: ia banget sayang.
Reega: ada atraktor asing, yang kita tidak tahu apa itu. Selamanya akan menarik dan mendorong terussss

Cinta: berarti ini adalah kita ga?, Berada dan saling berdekatan selamanya?. Selalu menjadi dan terjadi. Dan kita saling berdekatan sesungguhnya?...

Ooh cintaaaa, tak mengertikah kamu bahwa aku menginginkan mu di setiap detik nafasku?... Setiap detiknya kamu selalu ada, namun rasanya selalu berada dalam alam maya?...selalu saja kamu pasti dalam ketidak pastianmu sayang... ah andai kamu dapat membaca hatiku...dan selamanya kamu menjadi kupu kupu ku...

Tak sanggup aku megunyah apapun lagi cinta, walau sekitarku telah kembali meremang. Meskipun aku tak bermaksud memanjakan hati, dan membiarkan ketegaran ini larut dan hilang tak berarti... tapi malam ini cuaca terlalu membiarkanku melemah, menangis tanpa sandaran. Menghabiskan gumpalan yang menyesaki dada. Dan membiarkan amarah tertampung dalam air mata. Ah.. ya ALLAH... izinkan aku sedih dan menangis sebentar saja, ketika aku harus membaca kalimat terakhir cinta dari YM nya.

Cinta: reega,... kamu selalu saja menjadi andalan hidupku. Tapi ga? Itu tadi adalah kopi terakhir untukmu... aku nggak sanggup pulang lagi kepadamu malam ini... aku harus pergi... untuk cintaku. Maafkan aku.

Pury Laras. Cirendeu, 04-04-2009

Catatan untuk Reega: PILIHAN MENJADI SEPI (2)

Katamu reega…
engkau ingin menentukan berhenti, sebentar saja
di setiap saat yang pasti

Kau hirup nafas semesta … sedalam mungkin.
Agar kau memiliki cukup cadangan oksigen
Ketika harus menyelami hatimu
Ketika kamu perlu waktu untuk memandangi kedalaman jiwamu
Serta udara yang mengendap didalam tetes darah hidupmu
Agar kau mampu mengeja keinginan jiwa milik semesta.

Inikah hidup yang sesekali dilintasi sejumput bintang jatuh?
Apakah meteor harus terus mengobrak ngabrik fase kebersamaan kita saat ini?
Padahal seharusnya, kita ada dalam gelombang ketenangan, gelombang pelukan,
dan gelombang kasih sayang?

Bukankah seharusnya, nafas ku dan kamu, mendayu menyisir pantai? dalam riang ketenangan?...

Namun sayangnya minggu ini kasihku
Gelombang yang kita rasakan adalah gelombang dengan mega kekuatan
Gelombang yang tak mampu mengendalikan dirinya sendiri...

Meskipun seharusnya ,kekasihku...
Gelombang ini dapat menanarkan wajah karena bahagia
Memudarkan jengah tanpa perlu bicara
Dan mengatur nafas dengan irama nada tanpa senggalan apapun

Seharusnya ...
Kita berada dalam alunan maya tak terkendali
Dengan senyap enggan mengganti
Sesuatu yang benar tak terbukti....
Atau harus, namun lelah karena kebebasan menjadi sendiri ?

Katamu Reega,
Sendirian itu menakutkan...
Kebebasan itu menakutkan untuk banyak hal dan kadang mengecewakan.
Namun kebersamaan?... berwajah kembar seperti bulan sedang gerhana...

Ku akhiri kopimu sampai hari ini
Untuk pilihanmu menjadi sepi
Serta haru mu yang selalu memeluk anganku...

Cinta,
Dinihari,
Pury Laras, May 9,2009

Catatan Reega (3): SESAAT SETELAH CINTA PERGI

Akan selalu ada jeda, akan selalu ada antara meskipun Nampak begitu berirama. Seperti malam menanti pagi, dan saat mentari hendak pergi lagi.

Demikian juga dengan hari hariku, dan kisah kisah yang telah puluhan tahun ku lalui. Selalu ada embun pagi diantaranya, meski sesaat itulah waktu dan keindahan yang tak mungkin diplagiat, di copy atau ditiru. Keindahan embun pagi adalah kemurnian dan ketulusan semesta mengawali dan menyambut langkah mahluk yang mendiaminya.

Pagi ini, _satu tahun lalu_ aku tak pernah berfikir akan kembali sendiri. Setelah 5 tahun kami selalu menghirup kopi yang sama setiap pagi, memandang kilau mentari yang sama di setiap musimnya dan menyadari bersama setiap tanaman baru yang tumbuh atapun yang berlebihan dan minta di cabut, ataupun yang telah mengering karna waktu, kami sadari bersama setiap tetesnya. Dan hari ini, aku merasakannya sendiri.

Entah apa yang menjadi takdirku, beberapa hari lalu rasanya aku masih menangis dan merutuk tak henti karena kepergiannya, karena keinginannya mencapai cinta sejatinya dan karena kebodohan yang kurasakan sendiri, tapi hari ini aku menyadari embun pagi yang tak biasa?

Kujejakkan kakiku di atas permadani bening melapisi rumput, kurasakan tusukan dingin sejuk disela jemari kakiku. Tiba tiba saja aku merindukan ini semua, embun disaat hari masih meremang, embun disaat musim hujan hampir pergi, dan embun yang menghampar melapisi rumput bak permadani, dan menyapaku “selamat pagi”. Baru kuingat betapa rindunya aku dengan embun karena dia mampir sebentar saja, sebelum akhirnya membulir lalu menguap menghamba pada mentari, ah aku rindu embun.

Yah… cinta pergi membawa cita citanya atas cinta sejati, dan seperti katanya dulu, biarkan cinta pergi karena memang cinta telah cukup hanya untuk cinta. Tak lebih. Aku yang seharusnya mulai menghidupi diriku lagi. Aku yang seharusnya bertanya pada ulat di batang pohon, untuk mengatakan kemana lagi aku harus pergi, sebelum ulat menjadi kupu kupu dan terbang karena kemegahannya. Aku harus bertanya padanya.

Mau tau jawaban ulat padaku?, mudah katanya. Tak usah melangkah kalau didalam dirimu belum bisa senyum. Ingat dalam hatimu, dan bukan hanya bibirmu?. Bernafas, ingat setiap nafas yang kau tarik dan kau hembuskan… ingat setiap moment yang ada dan rasakan, lalu ketika kedua hal tersebut membuatmu relax… nah saat itulah mulai melangkah. Dan rasakan apapun disekitarmu.

Ah...terlalu filosofis dan basi. Ulat tak pernah tau rasanya sakit hati dan pedihnya dibohongi. Dia tak pernah tau bagaimana rasanya luka. Dia hanya pernah sakit ditubuhnya ketika nanti berusaha keluar dari kepompongnya, tak lebih… sementara aku?, tusukan dan nyeri di dada ini terasa tembus hingga punggung dan itu telah ada di bilangan tahun. Aku terluka, dan kau beri embun pagi sebagai tahapan antara.oh please!!!

Pagi ini aku memang sendiri, meski tak sedih lagi. Tapi pagi ini aku mulai dengan menjejakkan kaki di embun pagi. Kupandangi jejak jejak yang kutinggalkan, menghapus hamparan putih bening menjadi bulir basah yang sebentar lagi menguap tanpa jejak. Embun memang sederhana, dia hadir sebentar, mengantar malam pada pagi, menyegarkan hari, mempercantiknya, lalu pergi tanpa menghitung apa yang dilakukannya. Dan aku? Sampai dimana aku? Sampai dimana langkah hidupku?. Apakah aku telah menjadi embun yang menenteramkan debu debu menjadi lebih rendah hati untuk menyatu pada tanah dan bumi?, apakah aku juga seperti embun yang menyejuki, mengangkat kotoran pada dedaunan yang terkena debu, meresapkan jiwanya dan kebasahannya di setiap relung hati rerumputan dan ?, dan apakah aku telah menjadi embun yang tak berkata apa apa dan tak mengeluh sedikitpun manakala mentari menjadi semakin panas, buliran itu hanya menguap menyatu dengan semesta diudara dan bersiap lagi untuk keesokan pagi? Apakah aku bisa setulus itu?

Mungkin tak akan kau pahami Cinta?, semua kisah embun pagi ini. Karena aku tak lagi bisa bersamamu di setiap pagi. Tak lagi minum kopi, tak lagi hanya memandangi rumput yang baru tumbuh, atau tunas baru yang berdesak desak dan begeliat memekarkan diri.

Di taman belakang ini hanya ada aku saat ini, dengan jangkrik yang tiap malam bernyanyi dan embun pagi yang mendesir dan menyapa selamat pagi.

Aku kini sendiri, aku tak menyesalinya cinta? Tidak sama sekali. Karena aku "reega" telah mulai dengan langkahnya sendiri, yaitu bertahan dengan kisah yang tak bertepi.

Akan ku gali sendiri aliranku, harus kegali sendiri dengan jemariku, karena sumber dan mata airnya ada dijantungku. Karena disini awal nadiku, karena dari sini semua kisah mengalir, dan disini juga aku menjadi.
Selamat jalan Cinta, carilah cinta sejatimu.
Reega

Pury Laras,
12:03AM
July14,2009